Inspirasi dari Nabilatul Fadilah, Menjadi Multitalenta dalam Keterbatasan


Nabilatul Fadilah Membuat Toples Menjadi Karya Berestetika dan Bernilai Jual Tinggi

Pelajarnews.net
Nabila adalah penyandang tunarungu. Keterbatasan itu tidak menghalanginya untuk terus berkarya. Beragam keterampilan dijajalnya. Hasilnya, banyak prestasi yang diraihnya. Mulai tingkat kabupaten hingga nasional. Yang perlu dicatat, semua itu bukan dalam satu bidang saja.

WAJAH Nabilatul Fadilah menunduk. Fokus pada stoples-stoples dari plastik di hadapannya. Tangan kanannya memegang lem tembak. Kemarin (4/4) di ruang bimbingan konseling SMAN 1 Gedangan, Nabila sedang memoles stoples plastik bekas menjadi barang yang bernilai seni.

Stoples plastik dari bekas tempat sosis maupun permen tersebut dia lapisi dengan kain penghias. Setelah itu, ditambahkan manik-manik. Tampilan stoples-stoples itu kini terkesan lebih mewah. Terlihat lebih ”pantas” diletakkan di ruang tamu rumah sebagai tempat camilan.

Membuat karya seni menggunakan barang yang sudah tidak terpakai tadi menjadi salah satu rutinitas Nabila untuk mengembangkan kreativitasnya. Selain stoples, biasanya dia membuat beragam kerajinan lain. Misalnya, tempat tisu dari kardus bekas. Ada juga tempat untuk meletakkan gelas air dan lampion.

”Saya baru mulai membuat kerajinan saat duduk di bangku SMA untuk kebutuhan sendiri. Beberapa (produk, Red) juga siap dijual,” tulisnya pada notes handphone miliknya, lalu ditunjukkan kepada Jawa Pos. Begitulah cara Nabila berkomunikasi dengan sebagian besar orang. Maklum, selain tidak bisa mendengar, siswi kelas XII IPS 3 SMAN 1 Gedangan itu tidak bisa berbicara.

Dibantu dengan catatan di handphone, Nabila mulai bercerita. Sebelum membuat karya dari barang bekas, Nabila lebih banyak menulis. Hobinya sejak duduk di bangku TK Karya Mulia Surabaya memang menulis. Bahkan, saat TK, dia pernah mengikuti lomba menulis.

”Diajari menulis oleh bapak. Dulu waktu TK, masih sering dikoreksi tata bahasanya. SD kelas 1 juga masih dikoreksi. Tapi, lama-lama sudah tidak dikoreksi lagi karena susunannya sudah benar,” tutur anak pasangan Liek Mustoko dan Tati Sri Rahayu itu.

Di sela-sela rutinitasnya berlatih menulis, sejak TK dia hobi menggambar dan mewarnai. Bahkan, pada Mei 2004, dia pernah meraih juara harapan I lomba mewarnai dalam rangka HUT Kota Surabaya. ”Itu trofi pertama yang saya dapat,” ucap gadis yang tinggal di Desa Magersari tersebut. Setelah itu, dia terus mengukir prestasi dalam beberapa kompetisi mewarnai lainnya. Mulai tingkat kelurahan hingga kabupaten.

Sejumlah kompetisi kaligrafi juga dia menangi. Misalnya, menjadi juara (peringkat I) lomba kaligrafi Kecamatan Gayungsari, Surabaya, pada 2010 dan juara lomba kaligrafi tingkat Kotamadya Surabaya pada 2011.

Selain prestasi di bidang seni, gadis kelahiran Sidoarjo, 6 September 1998, itu punya prestasi di bidang olahraga. Pada 2011, dia meraih peringkat III kejuaraan tenis meja bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) se-Surabaya. Itu merupakan prestasi tenis meja pertamanya.

Setelah itu, beragam prestasi tenis meja lainnya diraihnya. Misalnya, juara (peringkat I) tenis meja putri pada kompetisi Paralympic Games Se-Jawa Timur pada 2012. Pada 2013, dia menjadi runner-up. ”Kalau lomba tenis meja tingkat Surabaya, sudah sering,” ucapnya.

Walaupun sering fokus berlatih tenis meja, prestasinya dalam dunia menggambar dan mewarnai masih berlanjut. Pada 2012 dan 2013, dia pernah memperoleh gelar juara pada kompetisi-kompetisi menggambar se–Kota Surabaya. ”Tahun 2014 menjadi juara 1 lagi untuk cabor (cabang olahraga, Red) tenis meja putri dalam kompetisi paralympic di Jawa Timur,” ucap Nabila. Dia memang banyak mengikuti perlombaan di Surabaya karena menempuh pendidikan SD–SMP di Surabaya. Yaitu, SDN Percobaan Surabaya dan SMPN 36 Surabaya.

Bagi Nabila, tiada hari tanpa berkarya. Setiap hari menjadi hari baik untuk melatih dan meningkatkan kemampuan diri. ”Yang penting terus berprestasi. Dulu waktu SD juga pernah menang lomba fashion show. Lomba tari juga pernah ikut,” ucapnya. ”Tetap rutin menulis juga. Pernah jadi 10 penulis terbaik saat duduk di kelas VIII SMP dulu,” tambahnya.

Dia pernah mencoba menggunakan alat bantu dengar. Namun, dia malah merasa pusing karena hanya menimbulkan suara yang terlalu bising. Banyak suara yang masuk ke telinganya. ”Saya enggak kuat. Jadi, saya pilih untuk tidak menggunakannya,” ucapnya. Bagi yang sudah kenal, saat berbicara dengan Nabila, mereka akan memelankan gerak bibir sehingga bisa terbaca apa yang diomongkan. Itu juga salah satu cara komunikasi yang cukup efektif dengan Nabila.

Nabila tidak pernah merasa minder. Malah, teman-teman Nabila terbilang banyak. Dia akrab dengan siapa saja. Malah, ada temannya yang normal sempat iri dengan Nabila karena bisa punya banyak teman. ”Tentang anak ini (temannya yang normal, Red), saya tulis kisahnya dan saya ikutkan kompetisi,” ujarnya.

Kompetisi tersebut diselenggarakan Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Desember 2016. Pesertanya bukan hanya anak berkebutuhan khusus (ABK), melainkan juga yang normal. Hasilnya sangat mengejutkan sekaligus membanggakan. Tulisan karya Nabila yang berjudul Temanku yang Istimewa itu meraih runner-up.

Rukmini Ambarwati, guru pendamping Nabila, menceritakan, tulisan Nabila memang bagus. Karena itu, sejak awal Ambar yakin Nabila pasti menang. Kebetulan, ada kejadian laptop milik Nabila rusak sebelum mengikuti lomba tersebut. ”Saya suruh dia untuk ikut kompetisi itu. Akhirnya, dia menang dan dapat laptop baru,” ucapnya, lantas tersenyum.

Saat membaca tulisan Nabila, Ambar mengaku sampai menangis terharu. ”Di awal tulisannya itu, dia sudah menyebut dan mengakui bahwa dirinya tunarungu dan dirinya bersyukur,” jelas Ambar. ”Dia (Nabila) memang layak menang. Anak ini istimewa pokoknya. IQ-nya saja 120. Kami tes dua kali tetap 120,” jelas Ambar.

Nabila berharap bisa mencetak seluruh tulisannya menjadi buku. ”Sekarang masih sibuk mempersiapkan diri untuk kuliah dulu. Ingin mengambil jurusan desain komunikasi visual di Universitas Negeri Surabaya,” terangnya.

Menurut Nabila, bagi anak tunarungu, dunia memang terasa sepi. Namun, itu tidak boleh sampai membuat putus asa. Dia meyakini setiap manusia pasti memiliki kelemahan dan kelebihan. ”Teruslah berkarya dan berprestasi,” tegas Nabila.
Share on Google Plus

About Unknown

0 comments:

Post a Comment